Magetan - Babinsa Desa Purworejo
Serma Dadang Cahyono membantu petugas Puskesmas dalam pemberian imunisasi
Difteri tahap ke tiga yang diselenggarakan dibalai Desa Purworejo, dalam
pelaksanaan imunisasi Difteri ini di ikuti 106 Balita. Upaya bersama lintas
sektor sangat dibutuhkan untuk dapat menyelesaikan kasus kejadian luar biasa
(KLB) Difteri yang mengemuka di pertengahan Desember lalu. Salah satunya,
dengan mendukung pelaksanaan outbreak respons immunizations (ORI) agar berhasil
menutup gap immunity di wilayah yang terjadi KLB Difteri. Hal ini bertujuan
dalam rangka mewujudkan cita-cita bersama, yakni melindungi seluruh warga
negara dari ancaman penyakit berbahaya.
Seperti diketahui, munculnya KLB
Difteri sangat terkait dengan keberadaan immunity gap, yaitu kesenjangan atau
kantong kosong kekebalan di kalangan penduduk di suatu daerah. Kekosongan
kekebalan ini terjadi akibat adanya akumulasi kelompok yang rentan terhadap
Difteri, karena tidak mendapat imunisasi atau tidak lengkap imunisasinya.
Seperti diketahui, kriteria
berakhirnya suatu KLB adalah apabila tidak ditemukan lagi kasus baru selama 2
kali masa inkubasi terpanjang (ditambah masa penularan Difteri) sejak laporan
kasus terakhir, sehingga status KLB dapat dicabut setelah 4 minggu oleh
pemerintah daerah.
Outbreak respons
immunization (ORI) merupakan standard operating
procedure apabila terjadi KLB penyakit yang sebenarnya bisa dicegah oleh
imunisasi (PD3I), dalam hal ini Difteri. ORI dilaksanakan langsung bila
ditemukan penderita Difteri oleh Puskesmas. Sasaran ORI adalah anak berusia
usia 1 s.d 19 tahun
ORI bertujuan untuk meningkatkan
kekebalan masyarakat dengan menutup immunity gap sehingga diharapkan dapat
memutus mata rantai penularan. Karena itu, ORI Difteri sebanyak tiga putaran
perlu dilakukan untuk membentuk kekebalan tubuh dari bakteri corynebacterium
diphteriae.
Pemerintah menjamin ketersediaan
vaksin difteri (DPT-HB-Hib, DT dan Td) yang digunakan untuk kegiatan ORI dan
kegiatan imunisasi rutin. Distribusi vaksin dilakukan secara berjenjang sampai
di tingkat pelayanan.
Adapun sasaran Pelaksanaan ORI
Tahun 2017-2018 ini kurang lebih sebanyak 32.212.892 orang dengan kategori usia
1 s.d < 5 tahun (7.236.672 orang), usia 5 s.d < 7 tahun (3.684.049
orang), dan usia 7 s.d 18 tahun (21.292.171 orang).
Bio Farma sebagai BUMN produsen
Vaksin dan Antisera terbesar di Asia Tenggara, berkomitmen untuk mendukung
pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan vaksin, khususnya vaksin Difteri. Vaksin
produksi Bio Farma yang digunakan pada ORI dan program imunisasi nasional,
terjamin kualitas, keamanan, khasiat dan mutunya karena telah dilakukan
pengujian untuk mendapatkan izin dari Badan POM, serta telah mendapatkan
pengakuan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO). Saat ini produk vaksin Bio Farma
sudah digunakan oleh lebih dari 130 negara, termasuk diantaranya 57 negara
Islam.
Menghadapi KLB Difteri, Biofarma
akan menambah kapasitas produksi vaksin dengan kandungan Difteri dengan
memaksimalkan produksi, serta memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dalam negeri,
sehingga permintaan ekspor telah dinegosiasi untuk dijadual ulang setelah
kebutuhan dalam negeri terpenuhi.
Vaksin dengan kandungan difteri
yang diproduksi Biofarma terdiri dari: 1) Vaksin DTP-HB-Hib (Pentabio)
diberikan untuk anak usia 1-5 tahun; 2) Vaksin DT diberikan untuk usia 5-7
tahun; dan 3) Vaksin Td diberikan untuk usia diatas 7 tahun.
Setiap orang tua pasti
menginginkan anaknya tumbuh dan berkembang dengan optimal, tanpa rasa khawatir
akan ancaman kesehatan yang mengganggu masa depannya. Hal terpenting yang perlu
diingat adalah bagaimana masyarakat secara sadar dapat mencegah agar KLB
Difteri ataupun KLB penyakit lain tidak perlu terjadi karena dapat dicegah
dengan imunisasi. Karena satu-satunya cara mencegahnya adalah dengan penguatan
program imunisasi nasional dengan mengupayakan semua anak mendapatkan imunisasi
rutin dengan lengkap.
Para orang tua secara khusus
perlu menyadari bahwa imunisasi ada tiga jenis, yaitu: 1) Imunisasi Dasar yang
wajib dilengkapi hingga bayi usia 9 bulan; 2) Imunisasi Lanjutan yang
didapatkan oleh anak berusia 18 bulan (dikenal dengan istilah booster), siswa
kelas 1, 2 dan 5 SD yang dilaksanakan pada bulan imunisasi anak sekolah (BIAS);
3) Imunisasi Tambahan seperti pekan imunisasi nasional atau ORI saat terjadi
KLB.
Sejatinya, imunisasi merupakan
hak anak, bukan hak orang tua. Hanya saja, anak belum dapat menyatakan
keinginannya untuk memiliki kekebalan dari penyakit-penyakit berbahaya, belum
dapat menyuarakan secara lantang haknya untuk sehat.
Akhirnya tinggal bagaimana kita
mampu melihat imunisasi sebagai ikhtiar melindungi buah hati, melindungi masa
depan generasi bangsa, agar mereka bisa tumbuh dengan baik dan meraih masa
depan, karena tidak ada permasalahan kesehatan atau risiko yang membahayakan.
Tanda kita menyayangi bukan dengan menjauhkan vaksinasi. Justru tanda kasih
sayang adalah memberikan hak perlindungan. (R.11)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar